Senin, 24 Januari 2022

Definisi Ilmu Al-Qur'an

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.       Latar Belakang Masalah

 

Empat belas abad yang lalu, Allah menurunkan Alquran kepada umat manusia sebagai kitab penuntun. Dia mengajak kepada manusia untuk mengikuti kebenaran dengan berpegang kepada kitab ini. Dari saat diturunkannya sampai hari kiamat, kitab Ilahi terakhir ini akan tetap merupakan satu-satunya petunjuk bagi umat manusia.[1] Gaya Alquran yang tidak tertandingi dan kebijaksanaannya yang luar biasa merupakan bukti yang pasti bahwa ini merupakan firman Allah. Di samping itu, Alquran mempunyai banyak ciri-ciri mukjizat yang membuktikan bahwa ini merupakan wahyu dari Allah.[2] Di antaranya adalah menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad Saw. Bukti kebenaran tersebut dikemukakan dalam tantangan yang sifatnya bertahap. Pertama, menantang siapa pun yang meragukannya untuk menyusun semacam Alquran secara keseluruhan (baca QS 52: 34). Kedua, menantang mereka untuk menyusun sepuluh surah semacam Alquran (baca QS 11: 13). Seluruh Alquran berisikan 114 surah. Ketiga, menantang mereka untuk menyusun satu surah saja semacam Alquran (baca QS 10: 38). Keempat, menantang mereka untuk menyusun sesuatu seperti atau lebih kurang sama dengan satu surah dari Alquran (baca QS 2: 23).[3]

Mempelajari Alquran adalah kewajiban. Persoalan ini sangat penting, terutama pada masa-masa sekarang ini, di mana perkembangan ilmu pengetahuan demikian pesat dan meliputi seluruh aspek kehidupan.[4] Sebagai kitab suci pedoman umat manusia, tentunya Alquran tidak hanya sebatas untuk dibaca, didengar, dan dihafal saja, melainkan harus dipahami makna-makna kandungan dari setiap ayat Alquran.

Alquran adalah sumber segala kebahagiaan sejati. Hanya saja ada sebuah persoalan rumit yang selalu menjadi sebab kita tak pernah mendapatkan itu semua; keengganan kita untuk mengkaji untaian isinya yang diturunkan Allah untuk kita semua. Kita tak pernah berhasil benar dalam meraih puncak ilmu, petunjuk dan kebahagiaan, karena kita lebih sering terasing dari Kitab mulia ini. Kita tidak pernah benar-benar seperti yang dikatakan oleh seorang sahabat Nabi, “Bacalah Alquran seolah ia baru diturunkan saat ini untukmu.” Maka tidak mengherankan jika kita pun seperti yang dikatakan Utsman r.a, “Jika saja hati kalian itu suci, maka ia tak akan pernah kenyang dan puas dengan Kalamullah.”

Meski demikian, tentu kita tidak boleh putus asa. Upaya mengakrabi Alquran adalah upaya sepanjang hayat. Hari ini, esok, bulan depan, tahun depan, hingga seterusnya adalah hari-hari yang harus kita lewati untuk mereguk ilmu, petunjuk dan kebahagiaan Alquran itu.[5]

Dalam memahami Alquran diperlukan beberapa pendekatan keilmuan, salah satunya adalah Ulumul Quran yang memiliki sub-sub bidang kajian guna memahami  Alquran.Untuk mempelajari Alquran secara menyeluruh, kaum muslimin harus mengetahui ruang lingkup pembahasan Ulumul Quran serta metode yang digunakan para ulama dalam memperoleh ilmu-ilmu tersebut dapat ditelaah berdasarkan ilmu pengetahuan yang bertumpu pada tiga cabang filsafat yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi.

Berangkat dari hal tersebut, maka penulis dalam makalah ini mencoba membahas tentang Ulumul Quran dalam kajian Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi.

B.       Rumusan Masalah

1.      Bagaimana Ulumul Quran dalam kajian ontologi?

2.      Bagaimana Ulumul Quran dalam kajian epistemologi?

3.      Bagaimana Ulumul Quran dalam kajian aksiologi?

C.       Tujuan Penelitian

1.      Untuk mengetahui bagaimana Ulumul Quran dalam kajian ontologi.

2.      Untuk mengetahui bagaimana Ulumul Quran dalam kajian epistemologi.

3.      Untuk mengetahui bagaimana Ulumul Quran dalam kajian aksiologi.

D.         Manfaat Penelitian

1.      Menjadi referensi dalam karya tulis akademik.

2.      Untuk menambah wawasan bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya.

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.       Definisi Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi dalam Ilmu Pengetahuan

 

Dari semua pengetahuan, maka ilmu merupakan pengetahuan yang aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologisnya telah jauh lebih berkembang dibandingkan dengan pengetahuan-pengetahuan lain dan dilaksanakan secara konsekuen dan penuh disiplin. Dari pengertian inilah sebenarnya berkembang pengertian ilmu sebagai disiplin yakni pengetahuan yang mengembangkan dan melaksanakan aturan-aturan mainnya dengan penuh tanggung jawab dan kesungguhannya. Jadi untuk membedakan jenis pengetahuan yang satu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya maka pertanyaan yang dapat diajukan adalah: Apa yang dikaji oleh pengetahuan itu (ontologi)? Bagaimana caranya mendapatkan pengetahuan tersebut (epistemologi)? Serta untuk apa pengetahuan tersebut dipergunakan (aksiologi)?[6]

Ontologi membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam segala bentuknya. Landasan dalam tataran ontologi adalah apa objek yang ditelaah, bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut, bagaimana pula hubungan objek tersebut dengan daya pikir dan penangkapan manusia (Inu Safiie, 2004, 9).

Epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat-sifat, metoda dan keahlian pengetahuan (Sudarsono, 2001, 138).

Objek telaah aksiologi adalah penerapan pengetahuan, dibahas mulai dari klasifikasinya, tujuan pengetahuan, serta pengembanganya. Landasan dalam tataran aksiologi adalah untuk apa pengetahuan itu digunakan? Bagaimana hubungan penggunaan pengetahuan ilmiah dengan moral etika? Bagaimana penentuan objek yang diteliti secara moral? Bagaimana kaitan prosedur ilmiah dan metode ilmiah dengan kaidah moral?

 

B.       Ulumul Quran dalam Kajian Ontologi

 

Dalam sudut pandang ontologi, yaitu apa yang dipelajari oleh Ulumul Quran.Dengan menganalisa pengertian Ulumul Quran baik secara etimologi maupun terminologi maka tergambarlah objek yang akan menjadi kajiannya.

Ulumul Quran merupakan ungkapan yang berasal dari bahasa Arab, terdiri dari dua kata, yaitu علوم  (‘ulum) dan القران (Alquran). Kata ‘ulum adalah jamak dari ‘ilm yang berarti ilmu-ilmu. ‘Ulum adalah bentuk plural dari ‘ilm. ‘Ilm sendiri maknanya al-fahmu wa al-idrak (pemahaman dan pengetahuan). Kemudian, pengertiannya dikembangkan kepada kajian berbagai masalah yang beragam dengan standar ilmiah. Dikatakan bahwa Al-Ilmu adalah, “pengetahuan yang telah pasti, sesuai dengan kenyataan”, atau pengetahuan tentang hakikat sesuatu. Ada pula yang mengatakan bahwa ilmu adalah suatu sifat yang mendalam untuk mengetahui pokok-pokok dan bagian-bagian suatu obyek. [7]

Sedangkan Alquran adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw sebagai pedoman hidup manusia, bagi yang membacanya merupakan suatu ibadah dan mendapat pahala. Alquran secara etimologis  diambil dari kata قرأ  يقرأ  قرانا  yang berarti bacaan. Menurut pengertian terminologi terdapat pula perbedaan pendapat di antara para ulama tentang definisi Alquran, baik dari ulama bahasa, kalam, maupun ushul fiqh dan sebagainya. Perbedaan itu karena penekanannya berbeda-beda disebabkan oleh perbedaan keahlian mereka. Tetapi meskipun demikian, Al-Zarqani dapat merumuskan definisi Alquran yang menurut anggapannya bisa diterima oleh para ulama kalam, ushul, bahasa, dan fuqoha, yaitu “Alquran adalah lafaz yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, dari permulaan surat Al-Fatihah sampai akhir surat An-Nas.”

Alquran secara terminologis terdapat beberapa pengertian  sebagaimana di tuliskan Ash-Shiddieqy sebagai berikut:

1.    Ahli Ushul Fiqh menyatakan  Alquran adalah  nama bagi keseluruhan Alquran dan nama untuk bagian-bagiannya.

2.    Ahli ilmu kalam menyatakan  Alquran adalah kalimat-kalimat ghaib yang azali sejak dari awal Al-Fatihah sampai akhir An-Nas, yaitu lafaz-lafaz yang terlepas dari sifat kebendaan,baik secara dirasakan, dikhayalkan  ataupun lain-lainnya  yang tersusun pada sifat Allah yang qadim.

3.    As-Syuyuthy dalam kitab Al-Itman, Alquran adalah Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., yang tidak dapat ditandingi  oleh yang menantangnya walaupun sekedar satu ayat saja, dan merupakan ibadah bagi yang membacanya.

4.    Asy-Syaukani dalam Al-Irsyad, Alquran adalah Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., yang ditilawahkannya dengan lisan lagi mutawatir penukilannya.[8]

 

Secara istilah para ulama telah merumuskan beberapa definisi tentang Ulumul Quran ini. Di antaranya al-Zarqani merumuskan sebagai berikut:

مباحث تتعلق بالقران الكريم من ناحية نزوله وترتيبه وجمعه وكتابته وقراءته وتفسيره واعجازه وناسخه ومنسوخه ودفع الشبه عنه ونحو ذلك.

“Pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan Alquran dari segi turunnya, urut-urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacannya, penafsirannya, kemukjizatannya, nasikh dan mansukhnya, dan penolakan terhadap hal-hal yang menimbulkan keragu-raguan terhadap Alquran dan sebagainya.”

 

Al-Suyuthi menurut kutipan Masjfuk Zuhdi merumuskan definisi Ulumul Quran sebagai berikut:

علم يبحث فيه عن أحوال الكتاب العزيز من جهة نزوله وسنده وادابه وألفاظه ومعانيه المتعلقة بالأحكام وغير ذلك.

“Suatu ilmu yang di dalamnya membahas tentang keadaan Alquran dari segi turunnya, sanadnya, adabnya, ma’na-ma’nanya, baik yang berhubungan dengan lafaz-lafaznya, maupun yang berhubungan dengan hukum-hukumnya dan sebagainya.”

 

Manna Al-Qaththan merumuskan sebagai berikut:

العلم الذي يتناول الأبحاث المتعلقة بالقران من حيث معرفة أسباب النزول وجمع القران وترتيبه ومعرفت المكي والمدني والناسخ والمنسوخ والمحكم والمتشابه الى غير ذلك مما له صلة بالقران.

“Ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan Alquran, dari segi pengetahuan tentang sebab-sebab turunnya, pengumpulan Alquran dan urut-urutannya, pengetahuan tentang ayat-ayat Makiyah dan Madaniyah, Nasikh Mansukh, Muhkam Mutasyabih, dan hal-hal lain yang ada hubungannya dengan Alquran.”

 

Ali Al-Shabuni merumuskan sebagai berikut:

يقصد بعلوم القران الأبحاث التى تتعلق بهذا الكتاب المجيد الخالد من حيث النزول والجمع والترتيب والتدوين ومعرفة أسباب النزول والمكي منه والمدني ومعرفة الناسخ والمنسوخ والمحكم والمتشابه وغير ذلك من الأبحاث الكثيرة التي تتعلق بالقران العظيم.

“Yang dimaksud dengan Ulumul Quran ialah pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan kitab yang mulia ini dari segi turunnya, pengumpulannya, penertibannya, pembukuannya, mengetahui sebab turunnya, Makiyah dan Madaniyahnya, Nasikh Mansukhnya, Muhkam Mutasyabihnya dan lain-lain pembahasan yang berkaitan dengan Alquran.”

Menurut Abu Syahbah:

“Sebuah ilmu yang memiliki banyak objek pembahasan yang berhubungan dengan Alquran, mulai proses penurunan, urutan penulisan, kodifikasi, cara membaca, penafsiran, kemukjizatan, Nasikh Mansukh, Muhkam Mutasyabih, sampai pembahasan-pembahasan lain.”[9]

Dari segi definisi-definisi tersebut jelaslah bahwa Ulumul Quran merupakan gabungan dari sejumlah pembahasan ilmu-ilmu yang pada mulanya berdiri sendiri. Pembahasan ilmu-ilmu ini mempunyai hubungan yang erat sekali dengan Alquran, baik dari segi keberadaannya sebagai Alquran maupun dari segi pemahaman kandungannya sebagai pedoman dan petunjuk hidup bagi manusia. [10]

Dalam kajian Islam ungkapan Ulumul Quran ini telah menjadi nama bagi suatu disiplin ilmu, dan secara bahasa artinya ilmu-ilmu Alquran. Hal ini dapat dilihat umpamanya pada karya Fahd Abdurrahman Ar-Rumi Dirasat Fi ‘Ulum Al-Qur’an yang telah diterjemahkan oleh Amirul Hasan dan Muhammad Halabi dengan diberi judul ‘Ulum Al-Qur’an, Studi Kompleksitas Al-Qur’an, sedang karya Manna Al-Qaththan Mabahits Fi ‘Ulum Al-Qur’an yang telah diterjemahkan oleh Mudzakir AS diberi judul Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an.[11]

Dan yang dimaksud dengan Ulumul Quran, yaitu suatu ilmu yang mencakup berbagai kajian yang berkaitan dengan kajian-kajian Alquran seperti; pembahasan tentang Asbabun Nuzul, pengumpulan Alquran dan penyusunannya, masalah Makkiyah dan Madaniyah, Nasikh dan Mansukh, Muhkam dan Mutasyabihat, dan lain-lain.

Kadang-kadang Ulumul Quran ini juga disebut sebagai ushul at-tafsir (dasar-dasar/prinsip-prinsip penafsiran), karena memuat berbagai pembahasan dasar atau pokok yang wajib dikuasai dalam menafsirkan Alquran.[12]

Secara garis besar objek  kajiannya disimpulkan oleh Hatta Syamsuddin, Lc., dalam Modul Ulumul Quran sebagai berikut:[13]

1.    Sejarah dan perkembangan Ulumul Quran, meliputi  rintisan Ulumul Quran pada masa Rasulullah Saw., sahabat, tabi’in, tabiut-tabi’in, dan  perkembangan selanjutnya lengkap dengan nama-nama ulama dan karangannya di bidang Ulumul Quran di setiap zaman dan tempat.

2.    Pengetahuan tentang Alquran, meliputi makna Alquran, karakteristik Alquran, nama-nama Alquran, wahyu turunnya Alquran, ayat Makkiyah dan Madaniyah, Asbabun Nuzul, dan sebagainya.

3.    Metodologi penafsiran Alquran,  meliputi pengertian tafsir dan takwil, syarat-syarat mufassir dan adab-adabnya, sejarah dan perkembangan ilmu tafsir, kaidah-kaidah dalam penafsiran Alquran, muhkam dan mutasyabih, ‘am dan khas, nasikh wa mansukh, dan sebagainya.

Dengan demikian kajian Ulumul Quran adalah segala ilmu yang erat kaitan dengan intisari ajaran Alquran baik dari segi penulisan, cara membaca, menafsirkan, Asbabun Nuzul, Nasikh Mansukh, kemukjizatan maupun ilmu-ilmu sebagai sanggahan terhadap serangan atau yang melemahkan kemurnian Alquran baik ditinjau dari aspek keberadaannya sebagai Alquran maupun aspek pemahaman kandungannya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia atau berkaitan dengan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan aspek keperluan membahas Alquran.

 

 

C.       Ulumul Quran dalam Kajian Epistemologi

 

Epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat-sifat, metoda dan keahlian pengetahuan.

Sejarah perkembangan Ulumul Quran dapat pula ditinjau dari sudut metode UlumulQuran. Walaupun disadari bahwa setiap fase mempunyai metode yang berbeda dalam penggalian Ulumul Quran.

a.    Fase Sebelum Kodifikasi (Qabl ‘Ashr At-Tadwin)

Pada fase sebelum kodifikasi, Ulumul Quran kurang lebih sudah merupakan benih yang kemunculannya sangat dirasakan semenjak Nabi masih ada. Hal itu ditandai dengan kegairahan para sahabat untuk mempelajari Alquran dengan sungguh-sungguh. Terlebih lagi di antara mereka –sebagaimana diceritakan oleh Abu Abdurrahman As-Sulami, ada kebiasaan untuk tidak berpindah kepada ayat lain, sebelum benar-benar dapat memahami dan mengamalkan ayat yang sedang dipelajarinya. Mereka mempelajari sekaligus mengamalkan ayat yang sedang dipelajarinya. Tampaknya, itulah sebabnya mengapa Ibnu Umar memerlukan waktu delapan tahun hanya untuk menghapal surat Al-Baqarah.[14]

Allah Swt., menurunkan Alquran kepada Nabi Muhammad Saw., demi membebaskan manusia dari berbagai kegelapan hidup menuju cahaya Ilahi, dan membimbing mereka ke jalan yang lurus. Rasulullah menyampaikannya kepada para sahabatnya –sebagai penduduk asli Arab- yang sudah tentu dapat memahami tabiat mereka. Jika terdapat sesuatu yang kurang jelas bagi mereka tentang ayat-ayat yang mereka terima, mereka langsung menanyakannya kepada Rasulullah Saw.

Para sahabat sangat bersemangat untuk mendapatkan pengajaran Alquranul Karim dari Rasulullah. Mereka ingin menghafal dan memahaminya. Bagi mereka ini merupakan suatu kehormatan. Seiring dengan itu, mereka juga bersunguh-sungguh mengamalkannya dan menegakkan hukum-hukumnya.

Rasulullah Saw., tidak mengizinkan mereka menulis apapun selain Alquran, sebab ditakutkan dapat tercampur aduk dengan yang lain. Sekalipun Rasulullah pernah mengizinkan sebagian sahabatnya setelah itu untuk menulis hadits, sesungguhnya hal-hal yang berkaitan dengan Alquran masih tetap bersandar pada riwayat, yaitu melalui talqin. Demikianlah yang terjadi pada masa Rasul, masa khalifah Abu Bakar, dan Umar RA.[15]

 

b.   Fase Kodifikasi

Abad kedua Hijriyah adalah masa kodifikasi. Mula-mula kodifikasi hadits dengan metode penggunaan bab-bab yang kurang sistematik. Semuanya mencakup segala yang berkaitan dengan tafsir. Sebagian ulama menyatukan tafsir yang diriwayatkan tanpa melihat apakah itu berasal dari Nabi, sahabat, atau tabi’in.

Tokoh-tokoh yang melakukan kodifikasi itu di antaranya Yazid bin Harun As-Sulami (w. 117 H), Syu’bah bin Al-Hajjaj (w. 160 H), Waki’ bin Al-Jarrah (w. 197 H), Sufyan bin Uyainah (w. 198 H), dan Abdul Razaq bin Hammam (w. 211 H). Kesemua ulama itu pada dasarnya termasuk ulama hadits. Hingga sekarang kita belum menemui penjelasan-penjelasan tafsir mereka dalam berbagai kitab.

Pada masa selanjutnya, sekelompok ulama melakukan penafsiran secara komprehensif terhadap Alquran sesuai tertibnya ayat yang ada dalam mushaf. Di antara mereka yang terkenal adalah Ibnu Jarir Ath-Thabari (w. 310 H).

Demikianlah, pertama kali tafsir dilakukan dengan metode dari mulut ke mulut dan periwayatan, lalu melalui proses kodifikasi, tapi masih masuk dalam bab-bab hadits. Lalu pada tahap berikutnya dikodifikasikan secara mandiri. Kemudian muncul tafsir bil ma’tsur (yang menggunakan dalil dari Alquran, hadits Nabi, serta perkataan para sahabat dan salafushshalih) dan tafsir bir ra’yi (yang menggunakan akal atau pendapat pribadi). Dalam bidang ilmu tafsir muncul karya-karya tematik yang berkaitan dengan tafsir Alquran yang cukup penting bagi seorang mufassir.

Ali bin Al-Madini, guru Imam Al-Bukhari (w. 234 H) yang berkaitan tentang Asbabun Nuzul. Abu Ubaid Al-Qasim bin Sallam (w. 224 H) melahirkan karya tentang nasikh mansukh dan masalah qiraat. Juga, Syaikh Thahir Al-Jazairi menulis satu buku “At-Tibyan Fi ‘Ulum Al-Qur’an,” Syaikh Muhammad Ali Salamah menerbitkan “Manhaj Al-Furqan Fi ‘Ulum Al-Qur’an,” lalu Syaikh Muhammad Abdul Azhim Az-Zarqani menulis “Manahil Al-Irfan Fi ‘Ulum Al-Qur’an.”[16]

 

Metodologi Ulumul Alquran pada fase kodifikasi ini, secara umum terbagi atas dua bagian yaitu:

1.      Metode Transmisi (periwayatan).

Pada metode ini cara yang digunakan untuk mendapatkan ilmu ini adalah berdasarkan periwayatan dari orang-orang yang melihat dan mendengar langsung tentang turunnya ayat Al-Quran yang dimaksud. Cabang-cabang Ulumul Quran yang menggunakan metode ini adalah: Asbabun Nuzul, Makkiyyah dan Madaniyyah, Ilmu Qiraat, ilmu Nasikh-Mansukh.

2.      Metode Analogi (Ijtihad).

Pada metode ini cara yang digunakan untuk mendapatkan ilmu ini adalah berdasarkan ijtihad jika tidak ditemukannya riwayat baik dari Nabi maupun para sahabat. Oleh karena itu tidak ada keharusan mencari riwayat pada setiap ayat. Hal ini disebabkan, Alquran diturunkan secara berangsur-angsur mengikuti berbagai kejadian yang ada. Sehingga seorang mufassir terkadang tidak menemukan sebab, pengertian dan keterkaitan antara ayat yang satu dengan yang lainnya. Cabang-cabang Ulumul Quran yang menggunakan metode ini adalah: Asbabun Nuzul, Munasabah, Makkiyyah dan Madaniyyah, ilmu Nasikh-Mansukh, ilmu I’jazul Quran.[17]

 

 

 

 

D.       Ulumul Quran dalam Kajian Aksiologi

 

Aksiologi dalam filsafat ilmu berbicara tentang kegunaan dari sebuah ilmu. Untuk apa ilmu itu dipelajari? Apa nilai manfaat untuk kehidupan manusia?

Maka aksiologis Ulumul Quran tidak terlepas dari tujuan Alquran itu sendiri. Alquran seperti diyakini kaum muslimin merupakan kitab hidayah, petunjuk bagi manusia dalam membedakan yang haq dengan yang batil. Dalam berbagai versinya Alquran sendiri menegaskan beberapa sifat dan ciri yang melekat dalam dirinya, di antaranya bersifat transformatif. Yaitu membawa misi perubahan untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan-kegelapan (Zhulumat) di bidang akidah, hukum, politik, ekonomi, sosial budaya dan lain-lain kepada sebuah cahaya (Nur) petunjuk Ilahi untuk menciptakan kebahagiaan dan kesentosaan hidup manusia, dunia-akhirat. Dari prinsip yang diyakini kaum muslim inilah usaha-usaha manusia muslim dikerahkan untuk menggali format-format petunjuk yang dijanjikan bakal mendatangkan kebahagiaan bagi manusia.

Dalam upaya penggalian prinsip dan nilai-nilai Qur'ani yang berdimensi keilahian dan kemanusiaan itulah Ulumul Quran dihasilkan. Sementara tujuan pokok Alquran seperti dipaparkan M. Quraish Shihab adalah:

a.    Petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan.

b.    Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalam menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual atau kolektif.

c.    Petunjuk mengenai syariat dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya.

Melaksanakan ajaran Islam tidaklah akan berhasil kecuali dengan memahami dan menghayati Alquran terlebih dahulu, serta berpedoman atas nasihat dan petunjuk yang tercakup di dalamnya. Untuk itulah diperlukan Ulumul Quran yang merupakan kunci pemahaman kita terhadap Alquran. Maka urgensi mempelajari Ulumul Quran antara lain:

1.      Untuk dapat memahami Kalamullah, yang sejalan dengan keterangan dan penjelasan dari Rasulullah Saw., serta keterangan yang dikutip oleh sahabat dan tabi’in tentang isi kandungan makna Alquran.

2.      Untuk mengetahui cara dan gaya yang dipergunakan oleh para Mufassir dalam menafsirkan Alquran dan kelebihan-kelebihannya.

3.      Untuk mengetahui persyaratan-persyaratan dalam menafsirkan Alquran.

Dari uraian di atas tersebut semuanya bisa diikhtisarkan bahwa Alquran kitab suci agama Islam, diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., yang merupakan mukjizat. Diturunkan dengan menggunakan bahasa Arab dengan gaya bahasa yang indah, petunjuk hidup bagi manusia yang mengandung berbagai redaksi isi ajaran dan aturan bagi segenap makhluk.[18]

 

BAB III

PENUTUP

 

A.                Kesimpulan

 

Dari pembahasan yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa kata Ulumul Quran secara etimologi berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu ‘ulum dan Alquran. Kata ‘ulum adalah bentuk jama’ dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu. Kata ulum yang disandarkan kepada kata Alquran telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Alquran, baik dari segi keberadaanya sebagai Alquran maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya. Sedangkan secara terminologi dapat disimpulkan bahwa Ulumul Quran adalah ilmu yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan Alquran, baik dari aspek keberadaanya sebagai Alquran maupun aspek pemahaman kandunganya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia.

Ulumul Quran merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. Ulumul Quran  meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Alquran, baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab. Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya.

 

Secara garis besar Ilmu Alquran terbagi dua pokok bahasan yaitu :

1.      Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang macam-macam qira’at, tempat turun ayat-ayat Alquran, waktu-waktu turunnya dan sebab-sebabnya.

2.      Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam seperti memahami lafadz yang ghorib (asing) serta mengetahui makna ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum.

 

B.                      Saran

 

            Penulis telah memberikan gambaran umum tentang Ulumul Quran dalam kajian Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi. Namun tidak menutup kemungkinan banyak persoalan seputar tema yang diangkat yang belum tuntas, sehingga perlu tinjauan kembali dari para pembaca, dan lebih khusus kepada dosen pembina untuk memberikan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini dan semoga makalah ini menjadi bermanfaat bagi para pembaca.

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Al-Qaththan, Syaikh Manna. 2005. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Cet. 1. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Anwar, Rosihan. 2008. Ulum Al-Quran. Bandung: Pustaka Setia.

Ash-Shiddieqy, Hasbi. 2010.Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Chalik, Chaerudji Abd. 2013. Ulum Al-Quran. Jakarta: Hartomo Media Pustaka.

Cjirzin, Muhammad. 1998.Al-Qur’an & Ulumul Qur’an. Yogyakarta: PT Dana Bakti Prima Yasa.

Hermawan, Acep. 2011. ‘Ulumul Quran: Ilmu Untuk Memahami Wahyu, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sari, Muhammad. 2014. ‘Ulumul Qur’an II. Institut Agama Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten.

Shihab, M. Quraish. 2014.Membumikan Al-Qur’an. Cet. 1.Bandung: PT Mizan Pustaka.

Suriasumantri, Jujun S. 2017. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Syamsuddin, Hatta. 2008. Modul Ulum Al-Qur’an. Surakarta: Pesantren Ar Royan.

Yahya, Harun. 2002.Pesona Al-Qur’an. Cet. 1. Jakarta: Robbani Press.

 

 

 

 

 

 

 



[1] Harun Yahya,  Pesona Al-Qur’an, Cet. 1, (Jakarta: Robbani Press, 2002),3.

[2] Yahya,  Pesona Al-Qur’an…, 3.

[3] M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Cet. 1, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2014), 36.

[4] Shihab, Membumikan Al-Quran…, 46.

[5] Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Cet. 1, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), X.

[6] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2017), 35.

[7] Muhammad Sari, ‘Ulumul Qur’an II, (Institut Agama Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 2014), 1.

[8] Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2010), 1.

[9] Acep Hermawan, ‘Ulumul Quran: Ilmu Untuk Memahami Wahyu, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), 2.

[10]Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an…, 2-3.

[11]  Chaerudji Abd. Chalik, Ulum Al-Quran, (Jakarta: Hartomo Media Pustaka, 2013), 1.

[12] Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an…, 10.

[13] Hatta Syamsuddin,Modul Ulum Al-Qur’an, (Surakarta: Pesantren Ar Royan, 2008), 6.

[14] Rosihan Anwar,Ulum Al-Quran, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), 17.

[15] Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an…, 3-5.

[16] Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an…, 7-10.

[17]Rosihan Anwar,Ulum Al-Quran…, 24.

[18] Muhammad Cjirzin, Al-Qur’an & Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: PT Dana Bakti Prima Yasa, 1998), 10.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar