Senin, 24 Januari 2022

Wahyu Al-Qur'an dan Turunnya Al-Qur'an

 


A.    PENDAHULUAN

 

      Sesungguhnya manusia itu makhluk ruhani yang sedang menjalani kehidupan jasmani. Jasmani pada hakikatnya hanyalah kemasan yang akan rusak dan ditinggalkan. Pada akhirnya manusia akan melanjutkan kehidupan, setelah di kehidupan dunia ini, yang lebih berkwalitas menitik-beratkan pada kesempurnaan kehidupan ruhani yang abadi.

      Tidak sulit bagi Allah memilih diantara hamba-hamba-Nya untuk menjadi pesuruh-Nya, menyampaikan wahyu terhadapnya melalui berbagai cara agar menjadi “Penyambung lidah Tuhan” dalam kerangka mewarnai peradaban dengan meneladani perangai-Nya.

      Sebagai sumber kebenaran yang diyakini wahyu menjadi landasan sentral dalam keimanan mukminin. Kendati sebagian ilmuwan tidak memungkiri peran akal dalam pencarian kebenaran, namun ada banyak persoalan yang tidak dapat dijangkau dengan akal semata, umpamanya masalah keghaiban. Firman-Nya:

سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ

                  Terjemahannya: Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda

                  (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri,                             hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar.” ( Q.S.                             Fushilat: 53 ).

 

      Dan firman-Ny:

وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا

                  Terjemahannya: “dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan                                     sedikit". ( Q.S. Al-Isra: 85 ).

 

      Para filosof Muslim menjadikan akal sebagai piranti untuk memahami teks-teks yang bersifat mutasyabih, mubham, mujmal dan berbagai term yang memerlukan pengerahan akal dalam penyingkapannya. Alih-alih dengan berhenti teks-teks Al-Quran diturunkan dari langit, sedangkan problematika kehidupan yang penuh dinamika mendatangkan persoalan-persoalan yang kompleks dan membutuhkan status hukum ditilik dari syar’i, maka akal memegang peranan dalam merumuskan status hukum atas problematika tersebut.

      Dalam upaya pemeliharaan Wahyu Ilahy sejak zaman Nabi saw. ada diantara sahabat yang menyimpan catatan-catatan wahyu tersebut dan hal itu masih dalam kondisi berserak-serakan. Kecemerlangan kekhalifahan Utsman ra. yang mengkondifikasikan Al-Quran dalam satu ,mushhaf merupakan warisan berharga dalam pemeliharaan wahyu secara tertulis, walaupun pada masa Nabi saw. ada laramngan penulisan Al-Quran yang dikhawatirkan bercampur penulisannya dengan kata-kata beliau.

      Al-Quran Yang Mulia ,merupakan sumber perundang-undangan yang penuh keteraturan menyertai perjalanan kaum Muslimin di masa-masa awal. Setidaknya Allah menurunkan surat demi surat secara sistematis dalam hukum-hukumnya agar alur perjuangan generasi emas yang bertalaqi dengan Rasul saw. ini menjadi suri teladan bagi berulang kembali kejayaan sejarah yang tertoreh di muka bumi ini.

 

B.     PEMBAHASAN

1.      WAHYU

      الوحي merupakan bentuk mashdar yang esensinya menunjukkan dua makna pokok yaitu الخفاء ( rahasia ) dan السرعة  ( cepat ). Karena itu satu pendapat mengatakan mengenai makna wahyu sebagai pemberitahuan yang bersifat rahasia dan berlaku sangat cepat secara khusus diarahkan kepada yang menerimanya.   Namun ketika dimaknai isim maf’ul secara etimologi wahyu mencakup makna-makna sebagai berikut:

1)      Ilham yang bersifat fithrah ( naluri ) bagi manusia, seperti wahyu yang disampaikan kepada Ibu Musa as. Firman-Nya:

وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيه فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلَا تَخَافِي وَلَا تَحْزَنِي ِ

Terjemahannya: “Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati,” ( Q.S. Al-Qashash: 7 ).

 

2)      Ilham yang bersifat insting bagi hewan, seperti Allah berfirman kepada lebah:

 أَوْحَى رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ (68)

                                 Terjemahannya: “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah                                         sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat

                                 yang dibikin manusia" ( Q.S. An-Nahl: 68 ).

3)     Isyarat yang sangat cepat, seperti firman-Nya:

فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ مِنَ الْمِحْرَابِ فَأَوْحَى إِلَيْهِمْ أَنْ سَبِّحُوا بُكْرَةً وَعَشِيًّا (11)

Terjemahannya: “Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.” ( Q.S. Maryam: 11 ).

4)      Bisikan Setan dan cara menjadikan sesuatu kejelekan menjadi indah di dalam jiwa manusia. Firman-Nya:

وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ

                                 Terjemahannya: “Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-

                           kawannya agar mereka membantah kamu;” ( Q.S. Al-An’am: 121 ).

                                

                                 Dan firman-Nya:

                                وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا

                                Terjemahannya: “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu                                      musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin,                                                sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-                                         perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” ( Q.S. Al-An’am:                                                112 ).

5)      Sesuatu yang disampaikan kepada para malaikat-Nya berbentuk perintah agar dilaksanakan. Firman-Nya:

إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلَائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آمَنُوا

Terjemahannya: “Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman". ( Al-Anfal: 12 ).

 

  Adapun wahyu secara terminologis, jika dimaknai isim maf’ul, adalah kalamullah Ta’ala yang diturunkan terhadap seorang nabi diantara nabi-nabi-Nya ( Al-Qaththan, 1973: 33 ). Ghazalba ( 1981 : 20 ) mendefinisikan wahyu sebagai pengetahuan yang bersumber dari luar manusia yaitu dari Sang Creator Agung Pencipta manusia dan alam raya ini. Al-Kindi menyebut wahyu sebagai Pengetahuan Ilahy.

  Dalam teliksik D.R. Shubhi Shalih ( 1988 : 23 ) ada tiga cara wahyu dalam penyampaiannya kepada Nabi saw. Pertama, dengan cara dihujamkan kepada qalbu nabi saw. atau diilhamkan. Kedua, dengan cara pembicaraan dengan Nabi saw. dibelakang hijab sebagaimana Allah memanggil Musa as. dibelakang sebuah pohon dan Musa as. pun mendengarkan panggilan tersebut. Ketiga, disampaikan melalui perantara malaikat berwujud seorang lelaki ataupun rupa aslinya. Ketiga cara ini dijelaskan di dalam Surah Asy-Syura: 51, firman-Nya:

وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولًا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ

                  Terjemahannya: “Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah          berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.”

 

      Wahyu merupakan misteri Kalam Tuhan yang tidak luput menjadi perbincangan kalangan Intelektual Muslim.  Fazlur Rahman ( 1979 : 30 ) umpamanya, memahami wahyu berdekatan artinya dengan inspirasi, hal ini sejalan dengan Q.S. Asy-Syura: 51. Harun Nasution ( 1979 : 33 ) sependapat dengan D.R. Subhi Shalih di dalam cara penyampaian wahyu kepada Nabi saw.

      Umat Islam telah konsensus menerima wahyu sebagai sesuatu yang datang dari Tuhan berupa al-haq ( kebenaran ). Namun Umat Islam tidak melulu sepaham ketika disebutkan bahwa Al-Quran ( wahyu ) adalah satu-satunya informasi kebenaran. Manusia denga anugerah akalnya, dalam persfektif Mu’tazilah dan sebagaian para filosif, akan dapat menemukan kebenaran. Pendapat ini dibenarkan karena akal, melalui ilmu pengetahun, memiliki kemampuan memverifikasi objek-objek kebenaran secara sistematis dan logis, sementara Al-Quran berbicara dalam bahasa metaforic yang membutuhkan takwil yang dimediasi akal.

      Pendapat tersebut tidak sepi dari bantahan sebagian ulama karena tidak semua hal dapat diketahui dengan akal manusia. Wahyu tetap dibutuhkan untuk mendapatkan informasi-informasi yang jernih di dalam urusan keghaiban yang wajib diimani dalam Islam.

2.      Al-Quran

Al-Quran secara etimologi bentuk mashdar قرأ bermakna تلا ( membaca ) atau جمع  (menghimpun ). Lafazh تلا bentuk mashdarnya bermakna isim maf’ul ( yang dibaca ). Sedangkan lafazh جمع bentuk mashdarnya bermakna isim fa’il ( yang menghimpun ), maksudnya yang menghimpun berbagai informasi dan hukum-hukum ( ‘Utsaimin, 2007 : 17 ).

Secara terminologi beragam definisi Al-Quran dirumuskan oleh para ilmuwan diantaranya Imam Al-Shabuni ( 2016 : 10 – 11 ) mendefinisikan Al-Quran adalah kalamullah yang mengagumkan diturunkan atas penutup para nabi dan para utusan dengan melalui Al-Amin Jibril as. yang ditulis di dalam  mushhaf yang manqul periwayatannya sampai kepada kita secara mutawatir, dianggap ibadah membacanya yang dimulai dengan Surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan Surat An-Nas.

Sejalan dengan definisi ini komentator Kitab Syarh Ushul Al-Tafsir berpandangan, barangsiapa yang mengingkari dari Al-Quran satu huruf saja, maka ia menjadi kafir karena mendustakan Allah dan utusan-Nya dan konsensus muslimin ( al-ijma’ ).

Mana’u Al-Qaththan ( 1973 : 21 ) mengungkapkan analisis ulama atas definisi Al-Quran bahwa yang dimaksud Kalamullah mencakup semua firman-Nya dan disandarkan kepada Allah mengisyaratkan dikeluarkan perkataanselainnya seperti perkataan manusia, jin dan malaikat. Definisi demikian telah disepakati diantara ulama dan ahli ushul.

Allah telah menurunkan Al-Quran agar menjadi sumber perundang-undangan bagi Umat Islam dan agar menjadi tanda pembenaran kerasulan Muhamad saw., sebagai bukti nyata kenabiannya dan risalahnya, juga sebagai argumentasi yang tak terbantahkan  sampai hari kiamat, menjadi saksi bahwa ia diturunkan dari Tuhan Maha Bijaksana MahaTerpuji; bahkan sebagai mukjizat yang abadi yang menantang dalam berbagai waktu dan tempat.

Dalam pemahaman Ibnu Hazm ( I, 2003 : 52 ) Al-Quran adalah Kalamullah dan Ilmu-Nya, bukan makhluq. Yang ditulis di dalam beragam mushhaf dan didengarkan dari seorang qari serta di jaga di dalam hati  diturunkan Jibril as. atas hati Muhamad saw. Semua yang terdapat di dalam  Kitabullah Ta’ala itu Kalamullah yang hakikat, bukan majaz ( metaforic ). Barangsiapa yang mengatakan mengenai sesuatu yang terdapat di dalam Al-Quran bahwa ia bukan Al-Quran, bukan pula Kalamullah berarti ia telah kafir karena menyalahi Allah, Rasul-Nya dan ijma’ penganut Islam Firman-Nya:

فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ

Terjemahannya: “maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah,”      ( Q.S. At-Taubah: 6 ).

وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِنْ بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ (75)

Terjemahannya: padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu         mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka engetahui?”        ( Q.S. Al-Baqarah : 75 ).

 

بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مَجِيدٌ (21) فِي لَوْحٍ مَحْفُوظٍ (22)

Terjemahannya: “Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia, (     21 ) yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh.( 22 ) ( Q.S. Al-Buruj ).

 

بَلْ هُوَ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ فِي صُدُورِ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ

Terjemahannya: “Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam       dada orang-orang yang diberi ilmu,” ( Q.S. Al-‘Ankabut: 49 ).

 

نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ (193) عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ (194)

Terjemahannya: “dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ( 193 ) ke dalam        hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang            yang memberi peringatan,” ( 194 ). ( Q.S.. Asy-Syu’ara ).

 

2.1. Keutamaan Al-Quran

      Telah datang  keterangan yang banyak mengenai keutamaan Al-Quran dan ilmu-ilmu-Nya. Diantaranya yang berhubungan dengan mempelajari dan mengajarkannya, yang berhubungan dengan membacanya, menghafalnya dan menerjemahkannya yang bersumber dari Ayat Al-Quran ataupun Hadits Nabawi, diantaranya:

1)      Q.S. Fathir ayat ke-29:

إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ

Terjemahannya: “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”.

2)    Q.S. Al-A’raf Ayat ke-204:

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (204)

Terjemahannya: “Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.”

3)      Q.S. Muhamad Ayat ke-24:

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا (24)

Terjemahannya: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?”

 

           Adapun hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan Al-Quran diantaranya:

1)      H.R. Al-Bukhari No. 158 Kitab Al-Fadha’il Al-Quran.

"خيركم من تعلم القرآن وعلمه".

Terjemahannya: “Sebaik-baiknya diantara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya.”

 

2)      H.R. Muslim No. 798

" المَاهِرُ بالقُرْآنِ مَعَ الكِرَامِ البرَرَةِ "

Terjemahannya: “Orang yang mahir Al-Quran bersama para malaiat yang baik terhadapnya.”

3)      H.R. Al-Bukhari No. 5427

مَثَلُ المُؤْمِنِ الَّذِي يَقْرَأُ القُرْآنَ كَمَثَلِ الأُتْرُجَّةِ، رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا طَيِّبٌ،

Terjemahannya: “Perumpamaan seorang mukmin yang membaca Al-Quran seperti perumpamaan buah, harumnya semerbak danrasanya baik.”

 

      Syaikh Al-Islam Ibn Taimiyah berkata: “Barangsiapa yang tidak membaca Al-Quran maka sungguh ia telah meninggalkannya. Dan baranhgsiapa yang membaca Al-Quran tetapi tidak merenungkan isi kandungannya, maka sungguh ia telah meninggalkannya. Barangsiapa yang membacanya dan merenungkan isi kandungannya tetapi tidak mengamalkannya, maka sungguh ia telah meninggalkannya.” Mengisyaratkan yang demikian kepada firman-Nya:

وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا (30)

     Terjemahannya: “Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku   menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan".( Q.S. Al-Furqan: 30 ).

 

2.2. Nama-Nama Al-Quran

      Al-Quran memiliki nama-nama yang kesemua namanya menunjukkan ketinggian derajatnya dan kemuliaan Kitab Samawy secara mutlak. Maksud berbagai penamaan bagi Al-Quran ternyata merujuk kepada sumber dari penyebutannya, yaitu:

1)      Dinamai Al-Quran disebutkan di dalam beberapa ayat, diantaranya:

ق وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ (1)

Terjemahannya: “Qaaf. Demi Al Quran yang sangat mulia.” ( Q.S. Qaf: 1 ).

 

2)      Dinamai Al-Furqan, firman-Nya:

تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا (1)

Terjemahannya: “Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.” ( Q.S. Al-Furqan: 1 ).

 

3)      Dinamai Al-Tanzil, firman-Nya:

وَإِنَّهُ لَتَنْزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ (192)

Terjemahannya: “Dan sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam,” ( Asy-Syu’ara: 192 ).

 

4)      Dinamai Adz-Dzikr, firman-Nya:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ (9)

Terjemahannya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” ( Q.S. Al-Hijr: 9 ).

 

5)      Dinamai Al-Kitab, firman-Nya:

حم (1) وَالْكِتَابِ الْمُبِينِ (2)

Terjemahannya: “Hamim ( 1 ) Demi Kitab (Al Quran) yang menjelaskan,( 2 ) ( Q.S. Ad-Dukhan ).

 

3.      TURUNNYA AL-QURAN

Pembahasan turun Al-Quran begitu penting bahkan paling penting diantara pembahasan semuanya, karena ilmu berkenaan turun Al-Quran landasan bagi keimanan terhadap Al-Quran. Sesungguhnya Al-Quran Kalamullah dan asas bagi membenarkan kenabian Rasullullah saw. dan asas Islam itu benar ( Al-Zarqani, I, t.t. : 40 ). Disematkan lafazh al-nuzul ( turun ) secara etimologi  menurunkan sesuatu dari atas ke bawah. Mengandung makna menggerakkan sesuatu dari atas ke bawah, Al-Quran memberikan contoh dengan redaksi:

وَاللَّهُ أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً لِقَوْمٍ يَسْمَعُونَ (65)

      Terjemahannya: “Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu            dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu   benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang     mendengarkan (pelajaran).” ( Q.S. An-Nahl: 65 )

 

Tidak diragukan pemaknaan demikian tidak patut dialamatkan maksudnya bagi Allah yang menurunkan Al-Quran dan tidak pantas juga dalam hal turunnya Al-Quran dari Allah, karena makna tersebut mengandung konsekuensi dari tempat mana diturunkannya dan objek yang ditrunkan tentunya berjisim. Sedangkan Al-Quran bukanlah jisim sehingga menempati pada suat tempat atau turun dari tempat yang tinggi ke tempat yang bawah.

     Berbeda dengan cara turun kitab-kitab samawy yang sebelumnya, seperti Taurat dan Injil diturunkan secara sekaligus, Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhamad saw. secara bertahap. Penggunaan kata نَزِّلْنَا  ( nazzalnaa ) mengisyaratkan bahwa Allah menurunkan Al-Quran secara berulang kali atau bertahap. Al-Quran yang disimpan di Lauh Mahfuzh diturunkan ke langit dunia ( langit yang terdekat ) kemudian diturunkan secara berangsur selama 23 tahun sejak Muhamad saw. diutus menjadi rasul sampai beliau wafat. Beberapa ayat berikut menjelaskan:

وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًا (106)

      Terjemahannya: “Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur            agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami      menurunkannya bagian demi bagian.” ( Q.S. Al-Isra’: 106 )

 

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلًا (32)

      Terjemahannya: “Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu        tidak    diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya Kami          perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan     benar).” ( Q.S. Al-      Furqan: 32 ).

 

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا (82)

      Terjemahannya: “Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar             dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah          kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” ( Q.S. Al-Isra’: 82 ).

 

تَنْزِيلُ الْكِتَابِ مِنَ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ (1)

      Terjemahannya: “Kitab (Al Quran ini) diturunkan oleh Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” ( Az-Zumar: 1 ).

·         Permulaan Ayat yang diturunkan

     Permulaan ayat yang diturunkan atas Rasulullah saw. terjadi pada Malam Al-Qadr di Bulan Ramadhan, sebagaimana diungkapkan oleh ayat-ayat berikut:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1)

Terjemahannya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” ( Q.S. Al-Qadr: 1 ).

 

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ (3) فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ (4)

Terjemahannya: “sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. ( 3 ) Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” ( 4 ). ( Q.S. Ad-Dukhan ).

 

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

Terjemahannya: “bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” ( Q.S. Al-Baqarah: 185 ).

 

Muhamad Husain Ya’qub ( 2005 : 17 ) di dalam Kitab Asrar Al-Muhibin memberikan penjelasan bahwa semua kitab samawy diturunkan pada Bulan Ramadhan.

      Ada beberapa versi mengenai ayat yang pertama-tama diturunkan dan ayat yang terakhir diturunkan. Berkenaan ayat apakah yang pertama diturunkan terdapat tiga pendapat. Pendapat pertama yang dipandang shahih menyatakan bahwa Q.S. Al-‘Alaq Ayat  1 – 5 merupakan permulaan ayat yang diturunkan kepada Nabi saw.. Pendapat ini dikuatkan dengan hadits yang diterima melalui Aisyah dalam periwayatan Imam Al-Bukhari ( I, t.t. :     ) bahwa kali pertama Rasulullah saw memulai menerima wahyu berupa ar-ru’ya al-shadiqah ( mimpi yang benar ) di dalam tidur beliau. Tidaklah beliau bermimpi, kecuali datangnya seumpama sepenggal waktu subuh. Kemudian semenjak itu beliau menyukai menyendiri untuk bertahanuts di Gua Hira  berhari-hari yang sesekali kembali menemui istrinya Khadijah ra.untuk menyiapkan perbekalan sampai tibalah pada suatu hari Malikat Jibril datang menyampaikan wahyu. Pendapat kedua, berdasarkan riwayat Al-Bukhari dan Muslim yang diterima melalui Abu Salamah bin Abdirrahman yang mengkonfirmasi Jabir bin Abdillah mengenai yang pertama-tama diturunkan kepada Nabi saw. menerima jawaban Surat Al-Mudatsir. Dikuatkan pula pendapat ini dengan hadits Al-Bukhari dan Muslim melalui jalur periwayatan Abu Sa;lamah dan jabir, bahwa ia pernah mendengar Nabi saw. menceritakan mengenai terputus turunnya wahyu ( fatrah al-wahyu ) beliau bersabda:

      “ketika aku tengah berada di waktu sore mendengar suara dari langit, lalu aku           menengadahkan kepala, tiba-tiba ada malaikat datang kepadaku di Gua Hira yang             duduk pada sebuah kursi diantara langit dan bumi. Kemudian akupun pulang dan       berkata,            “Selimutilah daku! Selimutilah daku!” Kemudian Allah menurunkan, “Ya ayyuhal            mudatsir....” ( Al-Qaththan, 1973 : 66 – 67 ).

 

Hadits diatas menunjukkan  kisah ini diakhirkan dari kisah menerima wahyu ketika di Gua Hira-- adanya kisah Surat Al-Mudatsir awal surat yang diturunkan setelah masa terputus wahyu—Jabir telah meriwayatkan dengan kesungguhannya bahwa kisah tersebut didahulukan atas periwayatan yang diterima melalui Aisyah. Perbedaan versi ini mendorong sebuah analisi menarik, bahwa permulaan ayat yang diturunkan secara mutlak adalah Q.S. Al-‘Alaq Ayat 1-5 berkenaan isyarat kenabian.Sedangkan awal Surat yang diturunkan berkenaan risalah yaitu Surat Al-Mudatsir. Pendapat ketiga, awal surat yang diturunkan adalah Surat Al-Fatihah. Pendapat yang keempat, ayat yang pertama diturunkan adalah basmalah yang ada pada awal setiap surat.

Turunnya Al-Quran terdiri atas dua bagian: ibtida’iy dan sababy. Turunnya Al-Quran secara ibtida’iy adalah ayat-ayat yang diturunkan tanpa melalui sebab yang menetapkannya. Secara mayoritas ayat-ayat Al-Quran diturunkan tanpa melalui sebab. Umpamanya Surat Al-‘Alaq: 1-5, Surat Al-Mudatsir dan Surat Al-Baqarah: 1-2. Adapaun ayat Al-Quran yang diturunkan secara sababy didahului dengan suatu sebab turun yang menetapkannya.

·         Akhir Ayat yang diturunkan

      Mana’u Al-Qaththan ( 1973 : 63 ) menukil beberapa pendapat akhir ayat yang diturunkan dari Al-Quran sebagai berikut:

1)      Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari diterima melalui Ibnu Abas, ia berkata: “Akhir ayat yang diturunkan adalah ayat riba’, yaitu Surat An-Nisa Ayat 176:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (278)

Terjemahannya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.”

     

2)      Menurut riwayat Ibnu Abas dan Said bin Jubair akhir yang diturunkan dari Al-Quran yaitu ayat 281 Surat Al-Baqarah:


وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ (281 )

                  Terjemahannya: “Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada)

                  Hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah.                                     Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa                        yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya

                  (dirugikan).”

 

3)      Menurut periwayatan yang diterima melalui Said bin Musayyab, telah sampai kepadanya yang paling baru dari Al-Quran ketentuan ‘Arsy ayat berkenaan hutang-piutang, yaitu Q.S. Al-Baqarah 282:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ

Terjemahannya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.”

 

4)      Menurut satu riwayat ahir yang diturunkan dari Al-Quran adalah ayat berkenaan kalalah, firman-Nya:

يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلَالَةِ

                              Terjemahannya: Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah)                                        Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah.” ( Q.S. An-

                              Nisa: 176 ).

 

5)      Pendapat yang lain menyebutkan bahwa akhir ayat yang diturunkan Srat At-Taubah Ayat: 128-129, firman-Nya:

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ.... وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ (129)

Terjemahannya: Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, ..... dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung".

 

6)      Berdasarkan  periwayatan Imam At-Tirmidzi dan Al-Hakim diterima melalui Aisyah akhir yang diturunkan adalah Surat Al-Maidah mengenai halal dan haram yang tidak dihapus hukum-hukumnya.

7)      Periwayatan Ibn Mardawaih menyebutkan akhir ayat yang diturunkan Surat Alu Imran: 195 dinisbatkan kepada kaum perempuan.

فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لَا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ

Terjemahannya: “Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.”

 

8)      Menurut periwayatan Al-Bukhari akhir ayat yang diturunkan mengenai hukum membunuh seorang mukmin secara sengaja yaitu Surat An-Nisa Ayat 93, Firman-Nya:

وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

Terjemahannya: “Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.”

 

9)      Menurut riwayat dari Ibnu Abas akhir surat yang diturunkan An-Nashr.

Dalam analisa Mana’u Al-Qaththan dari kesemua pendapat diatas tidak ada yang disandarkan kepada Nabi saw. . Semua semata hasil ijtihadi para sahabat yang kuat berdasarkan dugaan mereka. Dan mengandung kemungkinan bahwa masing-masing diantara mereka menginformasikan dari yang lain yang mendengarnya dari Rasulullah saw.. Atau berkata demikian karena mengambil pelajaran dari yang lain terhadap yang diturunkan dalam pensyariatan secara khusus atau akhir surat yang turun secara sempurna atas arahan orang yang menelaah setiap pendapat darinya.

Adapun Q.S. Al-Maidah Ayat ke-3 diturunkan di ‘Arafah ketika haji wada’ menunjukkan penjelasan kesempurnaan berbagai kefarhuan dan hukum-hukum.

Para ulama juga memberikan penjelasan secara khusus mula-mula topik yang diturunkan dari Al-Quran, sebagai berikut:

1)      Permulaan yang diturunkan mengenai makanan: mula-mula ayat yang diturunkan di mekah mengenai binatang ternak Q.S. Al-An’am: 145. Kemjudian disusul dengan Q.S. An-Nahl:114-115, kemudian disusul dengan Q.S. Al-Baqarah: 173, kemudian disusul dengan Q.S. Al-Maidah: 3.

2)      Permulaan yang diturunkan mengenai minuman. Permulaan ayat yang diturunkan mengenai minuman keras yaitu Q.S. Al-Baqarah: 219, kemudian Q.S. An-Nisa: 43, kemudian Q.S. Al-maidah: 90-91.

3)      Permulaan yang diturunkan mengenai perang menurut Ibnu Abas yaitu Q.S. Al-hajj: 39.

      Mengetahui awal yang diturunkan dari Al-Quran dan akhir yang diturunkan untuk meraih faidah penting yaitu:

1)      Menjelaskan perhatian yang begitu besar yang diberikan Al-Quran dalam kerangka pemeliharaan dan penguatan bagi ayat-ayatnya.

Para sahabat meresapi ayat dari Kitab yang Mulia ini seayat demi seayat sehingga mereka mengetahui kapan dan dimana turunnya ketika bertemu-muka dengan nabi saw. untuk urusan pokok-pokok agama mereka, membangkitkan keimanannya, menjadikan sumber perundang-undangan.

2)      Mendapatkan rahasia tasyri’ di dalam sejarah pengundangannya yang pokok.

3)      Untuk membedakan nasikh dan mansukh.

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

      Badrudin Abu Abdillah  Al-Zarkasy, Al-Burhan Fi ‘Ulum Al-Quran, Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah Beirut ( 1971 )

      Harun Nasution, Akal Dan Wahyu Dalam Islam, UI Press jakarta ( 1979 ).

      Ibnu Hazm Al-Zhahiri, Al-Muhalla Bi Al-Atsar, dar Al-Fikr Beirut ( 2005 )

      Muhamad bin Ismail Al-Bukhari, Al-Jami’u Al-Shahih, dar Al-Fikr Bbeirut ( t.t. )

      Muhamad Ali Al-Shabuni, Al-Tibyan Fi ‘Ulum Al-Quran, Dar Al-Mawahib Al-Islamiyah ( t.t. ).

     

      Muhamad bin Shalih Al-‘Utsaimin, Syarh Ushul Al-Tafsir, Dar Al-Ghad, Mesir ( 2007 ).

      Mana’u Al-Qaththan, Mabahits Fi ‘Ulum Al-Quran, Mansyurat Al-‘Ashr Al-Hadits ( 1973 )

      Muhamad Husain Ya’qub, Asrar Al-Muhibbin, Maktabah Syuq Al-Akhirat ( 2005 )

      Muhamad Al-Zarqani, Manahil Al-‘Irfan Fi ‘Ulum Al-Quran, Matba’at ‘Isya Al-Babi Al-Halabi Wa Syirkat (t.t. ).

      Sayyid ‘Uluwy Ibn Al-Sayyid Abas Al-maliky Al-Hasany, Faid Al-Khabir Wa Khulashat Al-Taqrir, Dar Kutub Al-Islamiyah jakarta ( 2015 ).

      Sidi Ghazalba, Ilmu Filsafat Dan Agama,  Bulan-Bintang Jakarta ( 1981 ).

     

     

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar